03 Mei 2009

WORKSHOP COMMUNITY FOUNDATION BERBASIS PESANTREN (2-Selesai)

Guluk-Guluk - Workshop Hari kedua dimulai agak telat dari jadwal yang disepakati pada pukul 09.00 WIB, karena menunggu beberapa peserta yang belum datang. Namun setelah ditunggu beberapa saat dan yang ditunggu tidak datang juga, akhirnya workshop dimulai.
Toni Pangcu sebagai fasilitator memulai acara ini dengan sedikit mereview hasil workshop pada hari sebelumnya (02/5), terutama yang direview soal pemahaman peserta mengenai community foundation berbasis pesantren yang akan dijalankan oleh BPM-PPA. Fasilitator memberi kesempatan kepada peserta untuk sedikit diskusi untuk pendalaman hasil workshop pada hari sebelumnya.
Setelah review, fasilitator membuka forum untuk mengusulkan saran-saran, harapan ataupun komitmen dari peserta untuk penyiapan community foundation BPM-PPA. Yang paling disoroti dalam proses ini adalah soal keterlibatan multistakeholder, utamanya dari pemerintah dan swasta dalam penyiapan community foundation BPM-PPA. Para peserta melihat, bahwa dengan kondisi birokrasi di kabupaten Sumenep saat ini yang jelimet dan "belum sepenuhnya pro -rakyat", maka perlu pendekatan yang kreatif dari BPM-PPA serta seluruh komponen yang terlibat di dalamnya untuk menggalang dukungan dari pemerintah.
Pada sesi sumbang saran dan komitmen ini, muncul komitmen dari BPRS Bhakti Sumekar yang siap bekerjasama dengan BPM-PPA dalam beberapa program pengembangan ekonomi masyarakat, baik melalui pengucuran kredit, ataupun peningkatan keterampilan masyarakat. Komitmen ini disambut baik oleh para peserta sebagai awalan dalam memulai hubungan dengan swasta (BPRS).
Pada akhirnya, setelah melewati diskusi yang panjang, dibentuk tim kecil yang mencerminkan keterwakilan berbagai pihak potensial untuk melakukan kerja-kerja penjaringan perkawanan (partnership), khususnya dengan pemerintah dan swasta. Tim kerja ini akan menjadi langkah awal yang akan dijalankan oleh BPM-PPA dalam menyiapkan community foundation yang akan dijalankan.
Workshop diakhiri dengan kesepakatan dari tim kerja untuk melanjutkan diskusi terkait partnership setelah acara ditutup.
Acara ini ditutup oleh Ketua BPM-PPA, M. Zamiel El-Muttaqien, yang menyatakan harapannya akan dukungan dari berbagai pihak, utamanya peserta yang hadir dalam menyiapkan BPM-PPA menjadi community foundation berbasis pesantren. (sunan)

02 Mei 2009

WOKSHOP COMMUNITY FOUNDATION BERBASIS PESANTREN

Guluk-Guluk - Setelah melaksanakan Workshop Pengembangan Organisasi dan Kelembagaan pada 2-3 April 2009 yang lalu, Biro Pengabdian Masyarakat Pondok Pesantren Annuqayah (BPM-PPA) menyelenggarakan Workshop Community Foundation Berbasis Pesantren. Kegiatan ini diselenggarakan atas kerjasama dengan Yayasan KEHATI Jakarta dimulai hari ini (02/5) hingga besok (03/5).

Dalam Laporan Kegiatan yang disampaikan oleh Koordinator Program, Ach. Sunandar, dijelaskan bahwa kegiatan ini merupakan lanjutan dari Workshop Pengembangan Organisasi dan Kelembagaan, namun melibatkan lebih banyak pihak. Selain dari pihak masyarakat sipil yang diwakili oleh LSM, Tokoh Masyarakat, perwakilan KSM, dan Pondok Pesantren, juga diundang perwakilan dari swasta dan pemerintah kabupaten Sumenep. Selain itu, Ach. Sunandar menjelaskan bahwa kegiatan ini dimaksudkan untuk mendiseminasikan gagasan transformasi BPM-PPA menjadi Community Foundation. Diharapkan nantinya ada kesamaan pemahaman mengenai Community Foundation yang akan dijalankan BPM-PPA dan akan ada dukungan dari berbagai pihak yang terkait.

Hari pertama ini, dimulai dengan penyajian dari 3 narasumber. Yang pertama adalah Ibu Rika Anggraini, yang banyak menceritakan tentang gerakan filantropi dan perkembangannya di Indonesia. Ibu Rika juga menceritakan pengalamannya dalam menjalankan kegiatan filantropi di Persatuan Filantropi Indonesia ataupun di The Body Shop. Sharing dengan peserta banyak membahas tentang model-model filantropi dan pemahaman mengenai filantropi.

Sesi kedua dilaksanakan setelah rehat siang, pada pukul 13.30. Secara bergantian, Bapak Imazgee Togie (dari Dompet Dhuafa Republika) dan Hasyim (BPM-PPA) mempresentasikan makalah masing-masing. Imazgee Togie atau yang biasa dipanggil mas Ogie banyak menceritakan pengalaman Dompet Dhuafa dalam menjalankan gerakan filantropis di Indonesia. Sementara Hasyim menceritakan pengalamannya dalam melakukan studi banding ke JAVLEC di Jogja dan ke BESTARI di Lombok NTB.

Sesi terakhir, ditutup dengan dengan sedikit pengantar mengenai hal-hal yang akan dibicarakan pada hari kedua, serta melakukan kesepakatan jadwal dengan peserta.

(bersambung...)

23 April 2009

Fenomena Global Warming: Antara Suratan dan Buatan

Oleh: Ach. Qusyairi Nurullah*)

Isu tentang adanya global warming (pemanasan global), memicu berbagai kalangan di seluruh dunia untuk menyikapinya. Berbagai tanggapan datang dari berbagai elemen masyarakat tersebut, semuanya bertitik tolak pada dampak negatif yang akan ditimbulkan. Namun, masih ada juga sebagian masyarakat yang tidak percaya dengan adanya pemanasan global. Mereka menganggap pemanasan global hanyalah sebuah isu belaka, seperti yang diungkapkan James Inhofe senator AS asal Republik. Ia menyatakan, bahwa pernyataan pemanasan global yang terjadi pada saat ini adalah omong kosong. Artinya, pada saat ini tidak ada yang namanya pemnasan global. Bahkan, Direktur NASA Michael Griffin dalam wawancara disebuah radio local di AS beberapa tahun lalu mengatakan, “Iklim bumi saat ini adalah iklim terbaik yang pernah kita punyai”.

Sementara itu, masyarakat yang merasakan adanya pemanasan global memberi peringatan bahwa pemanasan global merupakan masalah dunia membahayakan bagi keberlangsungan kehidupan manusia dan karena itu harus segera dicarikan solusi. Seorang fotografer asal AS Spencer Tunick pernah mengajak 600 orang untuk berfoto telanjang di puncak gunung Alpen guna meyakinkan dan mengingatkan betapa seriusnya masalah pemanasan global. (Jawa Pos. 20/08/2007). Terlepas dari hal di atas, fenomena pemanasan global yang berdampak pada menipisnya lapisan ozon memiliki ruang tersendiri untuk kita kaji. Sebab, fenomena ini menyangkut masalah kerusakan bumi yang mengakibatkan pada timbulnya berbagai macam bencana alam.

Ada dua asumsi yang penulis tawarkan dalam meilihat dampak fenomena pemanasan global, yaitu fenomana pemanasan global sebagai sebuah bencana suratan dan sebagai bencana buatan. Dua asumsi dasar ini yang menjadi acuan penulis untuk menganalisa lebih jauh tentang fenomena pemansan global.

Merujuk pada asumsi yang pertama, bahwa pemanasan global merupakan sebuah bencana suratan. Dalam konteks ini, kita bisa melihat sejarah kehidupan Nabi Muhammad SAW. sebagaimana diceritakan oleh Kuswaidi Syafi’ie dalam sebuah esainya, bahwa konon pada waktu Nabi Muhammad SAW. pernah mendapatkan wahyu dari Allah yang menghendaki terjadinya personifikasi bagi dunia yang kala itu tampil dengan wujud seorang nenek yang peyot dan buruk rupa. Aneka penyakit berevolusi di dalamnya dan bau tidak sedap juga keluar dari dirinya. “Taukah kalian siapa perempuan yang buruk rupa itu”. Tanya Nabi kepada para sahabat. “Allah dan Rasulnya yang lebih tau”, jawab umat kala itu kebingungan. “Itulah rupa dunia”. Terang Rasulullah.

Sejarah tersebut jika di korelasikan dengan fenomena pemanasan global dengan segala dampak yang ditimbulkannya menemukan kebenarannya. Realitas menunjukkan pada kita, tragedi banjir, kebakaran hutan, tanah longsor, letusan gunung, badai, mencairnya samudra es di wilayah artik antara 20-30 persen sejak tahun 1980, sehingga kutub utara terjadi krisis es, telah menjadi bukti bahwa bumi sedang “sakit sekarat”. Tentunya, yang pertama kali akan merasakan akibat dari kondisi bumi yang sekarat ini adalah manusia meskipun pada kenyataannya hewan dan tumbuhan juga terancam keselamatannya.

Dalam konteks ini, berarti manusia sepenuhnya berhadapan dengan realisasi takdir dan kehendak Tuhan yang tidak bisa ditawar. Mungkin saja Tuhan bermaksud menunjukkan kepada manusia bahwa bumi ini sangatlah lemah dan menjadi bukti tidak adanya yang kuasa selain Tuhan. Mungkin pula, suratan Ilahi bertajuk pemanasan global ini, merupakan ujian atas canggihnya ilmu pengetahuan dan teknologi agar terus berkembang menjadi lebih baik. Atau boleh jadi ini merupakan sindiran Tuhan atas menggeliatnya ketergantungan manusia pada teknologi, yang menempatkan Tuhan pada posisi paling akhir.

Dalam posisi seperti itu, wajar saja jika Tuhan menakdirkan pemanasan global sebagai peringatan terhadap rapuhnya keyakinan (iman) manusia akan keesaan dan kekuasaan Tuhan. Memang sudah sepatutnya Tuhan memberi peringatan sebagai bentuk curahan kasih sayang kepada manusia, supaya mereka sadar, posisinya di dunia hanyalah sebagai hamba. Meski provesi manusia di dunia sebagai pemimpin, bukan berarti boleh berlagak sombong (berkuasa), sebab tujuan utama Tuhan menciptakan makhluk hanyalah untuk sebuah pengabdian kepadaNya.

Asumsi kedua, bahwa pemanasan global merupakan bencana buatan dapat kita lihat dari prilaku manusia yang tidak lagi ramah pada alam. Perusakan hutan, penambangan liar dan penebangan hutan dengan cara brutal secara valid telah terbukti mengakibatkan bencana dari 1980 hingga 2004. Perbuatan-perbuatan tidak bersahabat dengan alam itu telah mengakibatkan 1.150 kali bencana. Ternyata, keyakinan nenek moyang bangsa Indonesia benar, jika alam dirusak maka akan menimbulkan 1001 bencana dan malapetaka.

Ironisnya, realitas suram ini tidak dibarengi dengan kesadaran untuk menggalakkan gerakan peduli lingkungan. Pemerintah—yang seringkali disebut sebagai pejabat karena jabatan yang diembannya—yang seharusnya bertanggung jawab atas kelestarian alam, malah bertindak banal terhadap alam. Nama-nama seperti Al Amin Nur Nasution (anggota DPR), Azirwan (sekda bintang) yang ditangkap di Hotel Ritz Calton Mega Kuningan, Jakarta, oleh KPK dituduh ikut serta dalam kasus penyuapan hutan lindung di Bintan, Kepulauan Riau, serta nama Brigjen zaenal Arifin (kapolda Kalimantan barat) dan tiga anggota Polres Ketapang yang menjadi becking pembalakan liar di Ketapang, hanyalah segelintir nama dari sekian banyak pejabat yang melakukan pengrusakan secara diam-diam.

Pembalakan liar secara struktural ini semakin di perkuat oleh adanya kebijakan pemerintah yang menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) No 2/2008 yang dianggap sebagai salah satu upaya dalam melestrikan hutan lindung. Padahal, dengan adanya PP ini hutan lindung kita diobral dengan murah, sekitar 1.2 juta sampai 3 juta per hektar, per tahun untuk kegiatan tambang, energi, infrastruktur, telekomunikasi, dan sebagainya. (Goei Tiong Ann Jr. JP. 06/03/08)

Adanya industrialisasi yang menyebabkan kerusakan hutan telah berdampak pada perubahan suhu di bumi. Sebab, semakin menipisnya vegetasi akibat hilangnya hutan menyebabkan CO2 semakin meningkat. Keberadan CO2 atau zat-zat kimia lain sperti CEF (chlorofluorocarbon) dari aerosol, sistem pendingin, dan kulkas. Selain itu, polusi udara juga akan menyingkirkan lapisan, membentuk lubang ozon dan membuat radiasi matahari masuk langsung ke bumi. Ia memberi pengaruh pada stratosfir. Di situ terdapat lapisan ozon yang menlindungi bumi dari radiasi matahari. (siti Nurbaya. JP. 22. 11. 2007)

Dari dua asumsi di atas kita dapat memahami bahwa penyebab utama pemanasan global adalah manusia. Pemanasan global yang kemudian menyebabkan bencana dalam konteks suratan takdir Tuhan ternyata masih berkaitan erat dengan tingkah laku manusia. Kesombongan manusia, keserakahan manusia dalam mengeksploitasi bumi menjadi penyebab utama diturunkannya takdir Tuhan yang berupa pemanasan global. Nah, dengan demikian bisa dibenarkan, jika pemanasan global yang menyebabkan kerusakan di bumi ini adalah ulah manusia.

Meski dipandang secara sekilas terdapat perbedaan faktor, yakni suratan takdir dan non-takdir alias karena ulah manusia sendiri, namun ujung pangkal dari dua asumsi tersebut bermuara pada manusia sebagai pemeran utama bagi keharmonisan jalannya kehidupan di muka bumi. Manusia yang diciptkan oleh Tuhan untuk menempati bumi ini, tentunya dibekali dengan aturan main yang indah dan menyehatkan, sehingga kelangsungan hidup manusia menjadi harmunis.

Dengan demikian, pemanasan global ini harus betul-betul difikirkan secara serius, dicarikan solusi secara tepat, salah satunya dengan menjaga kelestarian lingkungan terutama hutan. Penghijaun harus terus dilakukan di berbagai belahan dunia, terutama bagi Negara yang banyak menghasilkan gas rumah kaca. Akhlak manusi aterhadap lingkungannya juga harus dibangun mulai saat ini.

*) Divisi Kajian dan Pengembagan Sumberdaya Manusia BPM-PPA

05 April 2009

LOKAKARYA PENGEMBANGAN ORGANISASI DAN KELEMBAGAAN BPM-PPA

2-3 April 2009, Biro Pengabdian Masyarakat Pondok Pesantren Annuqayah bekerjasama dengan Yayasan KEHATI Jakarta, menyelenggarakan Lokakarya Pengembangan Organisasi dan Kelembagaan yang ditempatkan di Sekretariat Annuqayah Lantai 2. Lokakarya ini dihadiri oleh pengurus harian Pondok Pesantren Annuqayah, Yayasan Annuqayah, BPM-PPA, serta 3 undangan khusus yang keseluruhannya berjumlah 20 orang.

Dalam sambutan yang disampaikan oleh Ketua Biro Pengabdian Masyarakat PP. Annuqayah, M. Zamiel El-Muttaqien pada pembukaan Lokakarya, bahwa tujuan dari kegiatan ini adalah untuk menguatkan hubungan kelembagaan BPM-PPA dengan Pondok Pesantren Annuqayah dan Yayasan Annuqayah dalam rangka mewujudkan tata-kelola BPM-PPA yang lebih baik. Selain itu, lokakarya ini akan dimanfaatkan pula untuk mendiseminasikan gagasan transformasi BPM-PPA menjadi Community Foundation berbasis Filantropi di kalangan internal Pondok Pesantren Annuqayah.

Pada hari pertama (2/04), lokakarya ini menghasilkan kesepakatan bersama tentang struktur organisasi Pondok Pesantren Annuqayah dalam kaitannya dengan BPM-PPA. Secara struktural BPM-PPA bertanggungjawab langsung kepada Ketua Pengurus Pondok Pesantren Annuqayah. Dalam struktur tersebut, disepakati pula fungsi Ketua Pengurus Pondok Pesantren Annuqayah sebagai pengawas BPM-PPA.

Untuk menguatkan fungsi pembinaan dan pengawasan terhadap BPM-PPA, muncul usulan dari peserta untuk membentuk Panel Ahli yang memiliki tugas untuk memberikan input kepada Ketua Pengurus PP. Annuqayah dalam mengembangkan BPM-PPA. Panel Ahli yang akan dibentuk diharapkan dapat mencerminkan keterwakilan para pemangku kepentingan multi pihak dari unsur pemerintah, swasta dan masyarakat.

Hari kedua (3/04), lokakarya ini membicarakan pola hubungan kelembagaan antara BPM-PPA dengan Yayasan Annuqayah. Pembicaraan ini penting dilakukan karena ada beberapa irisan program BPM-PPA dengan Yayasan Annuqayah yang dapat dilaksanakan bersama-sama, khususnya dalam Pengembangan masyarakat dan alumni Pondok Pesantren Annuqayah serta mobilisasi sumberdaya. Pembicaraan ini berakhir pada pukul 11.00.
Setelah rehat siang dan shalat jum’at, peserta kembali ke ruang lokakarya untuk mendengarkan gagasan transformasi BPM-PPA menjadi community foundation berbasis filantropi. Disampaikan oleh M. Zamiel El-Muttaqien, bahwa rencana ini memberikan peluang kepada BPM-PPA untuk lebih memperluas wilayah pengabdiannya serta memperkuat fungsi BPM-PPA sebagai mitra pendorong, pendamping dan penguat kelompok-kelompok masyarakat.

Setelah pembicaraan panjang dan gagasan ini dapat dipahami secara jelas, peserta yang hadir memberikan dukungan agar BPM-PPA dapat mewujudkan gagasan itu. Dengan harapan, BPM-PPA dapat memainkan perannya sebagai pendamping dan penguat kelompok-kelompok masyarakat secara maksimal. (Ach. Sunandar)

28 Januari 2009

PELATIHAN PUPUK KOMPOS UNTUK KESELAMATAN PETANI

Kelangkaan pupuk yang menjerat masyarakat petani membutuhkan penanganan yang tepat untuk menyelamatkan pertanian masyarakat.

Dalam hal ini Biro Pengabdian Masyarakat Pondok Pesantren Annuqayah (BPM-PPA) mengadakan pelatihan pembuatan pupuk organik kepada sejumlah petani yang terhimpun dalam kelompok swadaya masyarakat (KSM) binaan BPM-PPA pada tanggal 31 Desember 2008 di Gapura.

Pelatihan ini menjadi materi ekstra Sekolah Pengabdian Masyarakat (SPM) angkatan IV yang diselenggarakan BPM-PPA pada 28 Desember 2008 – 2 Januari 2009 bekerjasama dengan Pondok Pesantren Nasy’atul Muta’allimin.

Pada pelatihan tersebut BPM-PPA mengundang KSM As-Sa’adah Ketawang Guluk-Guluk dan KSM Kenanga Anggun Angsana Bragung Guluk-Guluk agar mendelegasikan anggotanya untuk mengikuti pelatihan pembuatan pupuk organik di SPM angkatan IV ini. Masing-masing utusan KSM tersebut nantinya akan memproduksi pupuk kompos di masing-masing KSM untuk memenuhi kebutuhan pupuk anggotanya.

Dalam pelatihan yang difasilitasi oleh Madekan Ali dari LSM PRAKARSA Lamongan ini, peserta berhasil mempraktekan pembuatan probiotik alami dan pupuk kompos. Dua menu tersebut dianggap cukup untuk memulai perubahan pola bertani masyarakat. Probiotik alami akan menggantikan probiotik kimia semacam EM4 untuk mempercepat proses fermentasi produksi pupuk kompos. Dengan memakai probiotik alami, proses fermentasi pembuatan pupuk kompos membutuhkan waktu selama dua minggu. Yaitu 60% lebih efisien waktu dibandingkan fermentasi tanpa probiotik yang membutuhkan waktu selama 41 hari. (zie)

29 Desember 2008

Cerita SPM IV di Ponpes NASA Gapura (2)

HARI KEDUA
Senin 29 Desember 2008

Pagi pertama di Gapura, kesejukan udara dan pemandangan alam yang indah adalah suasana pagi yang ditawarkan Gapura. Sebagian para siswa menikmati itu sambil berjalan-jalan santai, atau lari pagi. Sebagian yang lain berbaur dengan para santri NASA sambil duduk-duduk di depan teras pondok, mengobrol berbagai hal.

Kelas SPM baru masuk pukul 08.00. Memasuki hari kedua ini, para siswa menerima materi wawasan Sumenep, dengan tema; "Bedah Sumenep Pasca Suramadu". Tema ini sekaligus menjadi tema umum pelaksanaan SPM IV ini.

Ada 6 aspek kehidupan masyarakat yang dijadikan perspektif untuk membedah kondisi sosial di kabupaten Sumenep, yakni: Agama, Pendidikan, Budaya, Politik, Ekonomi dan Lingkungan. 6 aspek ini sekaligus menjadi sub materi yang disampaikan dalam dua kali sesi panel diskusi.

Panel diskusi pertama membincang Sumenep dalam perspektif Politik, Ekonomi dan Lingkungan. Tema politik disampaikan oleh Machmudi Zain (Ketua Dewan Pengurus Lakpesdam NU Sumenep), tema Ekonomi disampaikan oleh Halimi, SE., (pengamat ekonomi Sumenep) dan tema lingkungan disampaikan oleh Mastawi (Ketua Kelompok Pemuda Pecinta Lingkungan Hidup Sumenep).

Panel diskusi kedua dilaksanakan pada sore hari dari pukul 13.30 sampai pukul 16.30, membedah Sumenep dari perspektif Agama, Pendidikan dan Budaya. Sayangnya, pada sesi kedua ini, 2 orang narasumber yang akan berbicara mengenai agama dan pendidikan berhalangan hadir, sehingga Abrari Alzael (redaktur Jawa Pos Biro Sumenep), yang merupakan pembicara tema Budaya didaulat untuk menjelaskan 3 aspek sekaligus.

Pada sesi malam hari, diselenggarakan mini workshop dengan tajuk, "Menggagas Sumenep Pasca Suramadu". Workshop ini diselenggarakan dengan tujuan untuk mengeksplorasi hasil pemahaman siswa dari pengalaman belajar tadi siang. Tujuan berikutnya adalah mengajak para siswa untuk menggambarkan kondisi ideal kabupaten Sumenep di masa depan.

Mini-Workshop ini dilaksanakan dalam dua sesi. Sesi pertama adalah mengeksplorasi pemahaman siswa dari pengalaman belajar tadi siang. Seluruh siswa dibagi ke dalam 6 kelompok berdasarkan 6 aspek kehidupan. Hasil dari diskusi di masing-masing kelompok kemudian dipresentasikan dalam kesempatan sesi yang kedua.

Sesi hari ini diakhiri dengan Jurnal Harian dan Evaluasi Harian. (sunan)

(bersambung....)

28 Desember 2008

Cerita SPM IV di Ponpes NASA Gapura (1)

Pengantar
Sekolah Pengabdian Masyarakat atau SPM angkatan IV sedang dilaksanakan di Pondok Pesantren Nasy'atul Muta'allimin (NASA) Gapura. Menurut rencana, SPM ini akan dilaksanakan selama 6 hari dari tanggal 28 Desember 2008 sampai 2 Januari 2009.
SPM angkatan IV diikuti 5 lembaga pesantren yang berasal dari kab. Sumenep. Yakni: Pondok Pesantren NASA Gapura, Pondok Pesantren Al-In'am Gapura, Pondok Pesantren At-Taufiqiyah Bluto, Pondok Pesantren Nurul Islam Bluto dan Pondok Pesantren Al-Munawwarah Batuputih, dengan jumlah siswa 22 orang.
Tulisan ini secara bersambung akan menceritakan proses pelaksanaan SPM IV ini.

HARI PERTAMA
Ahad 28 Desember 2008

Pondok Pesantren NASA berada di kecamatan Gapura. Dari pasar Gapura menuju ke arah timur kira-kira 1 km. Pesantren itu terletak di sebelah utara jalan. Pintu masuk ke dalam pesantren ditandai dengan gapura putih dengan atap joglo dan di bawahnya tertulis dengan jelas, Pondok Pesantren Nasy'atul Muta'allimin. Dari gapura anda berjalan ke utara sekitar 100 meter, sampailah di lingkungan Pondok Pesantren Nasy'atul Muta'allimin. Di Pondok Pesantren Inilah Sekolah Pengabdian Masyarakat atau SPM angkatan IV dilaksanakan.
Pelaksanaan SPM IV ini agak sedikit berbeda dari 3 kali pelaksanaan sebelumnya. Biasanya SPM dilaksanakan di lingkungan Pondok Pesantren Annuqayah, dan hanya untuk kalangan santri Annuqayah. Namun, untuk SPM IV, pihak penyelenggara yakni Biro Pengabdian Masyarakat PP. Annuqayah (BPM-PPA) berinisiatif untuk melaksanakan di luar Annuqayah. Oleh karenanya, BPM-PPA mengajak Pondok Pesantren NASA untuk bekerjasama melaksanakan SPM IV di Gapura.
Saat rombongan dari BPM-PPA datang ke sana siang ini, para santri terlihat baru saja datang dari sekolah. Di Pondok Pesantren NASA, sudah tersedia sekolah formal dari tingkat Taman Kanak-Kanak (TK) hingga Sekolah Tinggi. Para santri itu ada yang berleyeh-leyeh di teras pondok, ada juga yang langsung mandi untuk bersiap-siap melaksanakan shalat zuhur berjama'ah di masjid Jami' yang terletak di tengah-tengah lingkungan pesantren.
Rombongan dari BPM kemudian bertemu dengan panitia lokal di sekretariat SPM yang terletak di depan masjid jami'. Setelah beberapa saat beristirahat, para panitia dari BPM dan NASA kemudian menuju tempat acara untuk mempersiapkan kelas SPM dan persiapan pembukaan SPM.
Tempat itu menumpang di Madrasah Aliyah Nasy'atul Muta'allimin. Merupakan tempat yang strategis dan nyaman, karena jauh dari kebisingan dan di sekitar madrasah penuh dengan pepohonan.
Pukul 14.00 WIB, acara pembukaan SPM dilangsungkan. Acara ini dibuka secara resmi oleh Pengasuh Pondok Pesantren NASA, Drs. K. Munif Zubairi. Dalam sambutannya, Kyai Munif menyatakan perasaan senangnya karena dapat bekerjasama dengan Annuqayah (baca: BPM-PPA) untuk melaksanakan SPM di Gapura. Beliau mengatakan, bahwa sekarang ini kita perlu meningkatkan kerja-kerja pendampingan kemasyarakatan mengingat kondisi sosial masyarakat yang semakin terpuruk. Orang miskin semakin banyak, korupsi semakin menjadi-jadi. Maka penguatan dan pengembangan masyarakat diperlukan untuk menjawab permasalahan-permasalahan itu. Dan SPM diharapkan dapat menjadi tempat bagi para santri untuk belajar berbagai hal yang berkenaan dengan kerja-kerja pengabdian masyarakat. Harapannya, apabila nanti mereka telah pulang ke masyarakat, mereka dapat berbuat sesuatu yang bermanfaat untuk lingkungannya.
Setelah acara pembukaan, siswa SPM diajak melakukan perkenalan. Difasilitasi oleh tim fasilitator SPM, perkenalan ini dibuat semenarik mungkin dengan game "Lempar Bola". Terlebih dahulu, fasilitator menyiapkan bola sederhana yang dibuat dari gumpalan kertas sebesar kepalan tangan. Para siswa, fasilitator dan panitia diminta membentuk lingkaran. Aturannya, bagi siswa yang memegang bola diharuskan memperenalkan profil dirinya dan motivasinya dalam mengikuti SPM ini. Secara bergiliran para siswa, fasilitator dan panitia melakukan perkenalan dengan cara yang menyenangkan.
Setelah perkenalan, para siswa kembali diajak mengenali lebih jauh diri mereka sendiri. Untuk sesi ini, fasilitator memberikan empat pertanyaan berikut:
1. Apa yang paling ingin anda wariskan di masa depan?
2. Siapa tokoh dunia yang paling berpengaruh?
3. Buku/kitab apa yang paling berpengaruh?
4. Pengalaman masa kecil yang paling berpengaruh?
Rata-rata para siswa menjawab ingin mewariskan ilmu pengetahuan yang bermanfaat untuk siapapun saja, dan ingin mewariskan lingkungan yang lestari bagi anak cucu. Sementara tokoh paling berpengaruh adalah Nabi Muhammad, dan buku paling berpengaruh adalah Al-Qur'an. Untuk cerita pengalaman masa kecil mereka sangat beragam.
Selanjutnya, memasuki sesi kontrak belajar, siswa diajak membuat sendiri aturan mereka selama mengikuti SPM. Dengan cara melibatkan mereka ke dalam pembuatan aturan ini, diharapkan mereka dapat lebih disiplin dan aktif mengikuti SPM. Kewajiban, larangan, dan sanksi-sanksi dibuat dan disepakati secara kolektif.
Acara sore berakhir pada saat qira'at berkumandang dari corongan (loudspeaker) masjid Jami' NASA.

Malam harinya, siswa SPM mengikuti Stadium General yang diisi dengan Pidato Pembukaan dengan tema: "Islam dan Cita-Cita Sosial: Perspektif Al-Qur'an dan Al-Hadits". Hadir sebagai pembicara kunci adalah K. Moh Husnan A. Nafi', S.Ag (Pengasuh PP. Annuqayah Daerah KuBa). Dalam pemaparannya, Kyai Husnan menggambarkan kondisi sosial yang terjadi saat ini. Dalam gambarannya, kondisi sosial saat ini belumlah masuk ke dalam kondisi ideal masyarakat sebagaimana yang dicita-citakan Islam, yakni "Baldatun Thayyibatu wa Rabbun Ghafuur".
Apa prasyarat untuk menuju kondisi ideal tersebut? Menurut Kyai Husnan, umat islam harus memiliki jiwa sosial yang tinggi, yakni keinginan untuk selalu berbagi dan mau berbuat baik kepada sesiapapun.
Bagaimana cara menjadi individu-individu sosialis tersebut? Yakni dengan menginternalisasikan dan mengaplikasikan konsep TAUHID. Konsep tauhid mengajarkan agar setiap hamba Allah selalu menjalankan secara seimbang konsep amar ma'ruf dan nahi munkar. Realitas yang terjadi sekarang, orang cenderung timpang melaksanakan konsep tauhid. Orang lebih suka menjalankan konsep amar ma'ruf saja dan mengesampingkan nahi munkarnya. Sehingga terjadi pula ketimpangan sosial.
"Jangan melulu amar ma'ruf yang dilaksanakan, nahi munkarnya juga harus dijalankan. Dengan cara demikian kita dapat menciptakan kehidupan sosial yang bermartabat dan berperadaban tinggi," demikian disampaikan Kyai Husnan dalam akhir pisatonya.
Stadium general berakhir pada pukul 21.30 WIB. Para siswa kemudian memasuki sesi akhir hari pertama, yakni Jurnal Harian dan Evaluasi Harian. (sunan)

(bersambung...)

Lalu Lintas Tamu